Keputusan pengadilan tertinggi PBB memberikan satu kilometer persegi
lahan yang langsung mengelilingi perbatasan yang melingkungi kuil Preah Vihear kepada
Kamboja dan memerintahkan Thailand untuk menarik pasukannya ke garis
demarkasi baru, disambut sebagai "sama-sama menang" bagi kedua belah
pihak.
Mahkamah Pengadilan Internasional [ICJ] mendeklarasikan bahwa
dalam keputusannya, bagian tanjung – yang dijelaskan sebagai “daerah
sekitar” - kuil abad ke-11 itu se
bagai milik Kamboja, tetapi menolak
untuk memutuskan mengenai sisa wilayah seluas 3,6 kilometer persegi yang
dipersengketakan. Pengadilan mengatakan, yang dipermasalahkan hanyalah
daerah tanjung kuil, dan bukan garis batas Kamboja dan Thailand.
Keputusan tanggal 11 November ini menyatakan bahwa daerah
tanjung tersebut membentang 2,5 kilometer ke barat daya hingga ke kaki
bukit yang disebut Phnom Trap dan 500 meter ke utara kuil Preah Vihear.
Thailand wajib menarik mundur semua pasukannya dari wilayah tersebut.
Pengadilan yang berkedudukan di The Hague mendesak kedua pihak
untuk menggunakan "cara damai" dalam menyelesaikan persengketaan
mengenai sisa wilayah seluas 4,6 kilometer persegi yang mengelilingi
kuil, termasuk Phnom Trap, dan garis batas supaya dapat melestarikan dan
mengembangkan area di sekitar kuil. Kuil ini tercantum sebagai situs
Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2008.
“Oleh karena itu, Pengadilan menyimpulkan bahwa paragraf
operatif pertama dari Keputusan tahun 1962 menentukan bahwa Kamboja
memiliki kedaulatan atas seluruh wilayah tanjung Preah Vihear, seperti
dijabarkan dalam paragraf 98 Keputusan yang sekarang, dan bahwa, karena
itu, paragraf operatif kedua mewajibkan Thailand untuk menarik
mundur militer Thailand, pasukan polisi, atau penjaga atau pengawas
lainnya yang ditugaskan di sana, dari wilayah tersebut," menurut ICJ
dalam keputusannya.
Sekurangnya 18 orang tewas dalam bentrokan antara 2008 dan 2011
Meski adanya keputusan tahun 1962 itu, daerah seluas 4,6
kilometer persegi di sekeliling kuil, yang berdiri di puncak tebing
setinggi 525 meter di perbatasan daerah aliran sungai antara Thailand dan Kamboja ini, sudah lama diperebutkan oleh kedua negara.
Telah beberapa kali terjadi bentrokan berdarah antara pasukan
keamanan Thailand dan Kamboja mengenai perbatasan yang dipersengketakan
itu antara tahun 2008 dan 2011, menewaskan sekurangnya 18 orang,
termasuk tentara serta warga sipil, dan mengakibatkan ribuan orang yang
tinggal di perbatasan mengungsi.
Pada tahun 2011, setelah suatu bentrokan, Kamboja meminta ICJ
menafsirkan keputusan tahun 1962-nya dan menjelaskan kepemilikan lahan
di sekeliling kuil, yang telah diubah menjadi zona demiliterisasi untuk
mencegah konflik.
Pasukan perbatasan berjanji akan menjaga kedamaian
Setelah pertemuan tanggal 12 November antara Jend. Srey Doek,
komandan Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja Divisi 3, dan Mayjen
Tarakorn Thannavinthon, komandan Gugus Tugas Suranaree dari Angkatan
Bersenjata Wilayah 2 Thailand, kedua pihak berjanji untuk melaksanakan
putusan ICJ, dan Thailand sepakat untuk menarik mundur pasukannya segera
setelah garis demarkasi yang pasti sudah ditetapkan.
“Pihak Thai akan menarik mundur pasukannya, sesuai kebijakan
pemerintah," kata Tarakorn, dan menambahkan bahwa rentang waktu untuk
penarikan mundur hanya dapat ditentukan oleh Komite Perbatasan Regional
Thailand-Kamboja.
“Pihak Thailand menjamin kepada Kamboja bahwa pihaknya tidak akan membiarkan bentrokan terjadi,” Tarakorn meyakinkan.
Doek sependapat bahwa walaupun kedua pihak menghormati putusan
ICJ, pelaksanaan keputusan tersebut kini berada di tangan kedua
pemerintah.
“Kami akan menyerahkannya kepada pemerintah kedua negara untuk
merundingkan keputusan itu. Sementara itu, kami [tentara Kamboja dan
Thailand] akan tetap berada di daerah ini seperti biasa dan
saling berunding jika ada permasalahan yang muncul,” kata Doek sewaktu
pertemuan, yang dihadiri sejumlah besar kontingen Thailand, Kamboja dan
jurnalis asing, sekitar 500 meter dari kuil.
Sampai komite perbatasan mencapai kesimpulan, Doek mengatakan
komandan unit dari kedua pihak yang ditempatkan di perbatasan akan tetap
bertemu atau berbicara melalui telepon, minimal sekali sehari untuk
"mencegah kemungkinan kesalahpahaman.”
Pemimpin Kamboja puas dengan keputusan pengadilan
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menyebut bahwa keputusan ICJ ini merupakan peristiwa penting bagi sejarah negaranya.
“Ini secara jelas mengindikasikan upaya tegas pemerintah Kamboja
dalam menyelesaikan sengketa dengan Thailand secara damai berdasarkan
hukum internasional," katanya dalam pidato yang disiarkan langsung
melalui televisi secara nasional tak lama setelah pengadilan PBB
mengumumkan keputusannya.
Pemimpin Kamboja menginstruksikan pasukannya di perbatasan untuk
menjaga perdamaian dan "sangat menahan diri" untuk memberikan
kesempatan kepada kedua pemerintah dalam membahas pelaksanaan keputusan
pengadilan.
Pihak Thailand melihat keuntungan dalam keputusan ICJ
Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra menyebutkan bahwa beberapa butir keputusan tersebut dianggap menguntungkan Thailand.
Ia mengatakan pemerintah Thailand memandang putusan Pengadilan
Dunia ini menekankan kepentingan kedua pihak untuk melanjutkan
perundingan damai mengenai wilayah yang dipersengketakan. Ia menambahkan
bahwa sejak pengadilan tidak memutuskan soal demarkasi, ini berarti
bahwa pengadilan tidak mengakui klaim Kamboja atas daerah seluas 4,6
kilometer persegi, maupun mengikat Thailand pada peta era kolonial yang
membentuk dasar klaim Kamboja.
Menjelaskan pidato kepada bangsanya dua hari kemudian, tanggal
13 November di parlemen, Yingluck mengatakan ia tidak pernah berkata
bahwa dia menerima keputusan ICJ yang memberikan seluruh tanjung Preah
Vilnear kepada Kamboja, tetapi ia menegaskan kebutuhan untuk menjaga
kedamaian dan kesantunan hubungan internasional.
“Saya tidak pernah mengatakan saya akan menerima keputusan
pengadilan. Yang saya katakan adalah, saya akan menjaga hubungan
bilateral dan melestarikan kedaulatan negara kita. Setiap kata memang
peka dan penting apabila menyangkut soal diplomasi internasional,"
katanya kepada Bangkok Post.
Virachai Plasai, duta besar Thailand untuk Belanda dan pemimpin
tim hukum Thailand yang memperjuangkan perkara ini, mengatakan penolakan
pengadilan untuk menggunakan peta kolonial sebagai rujukan untuk
demarkasi perbatasan merupakan hal yang positif bagi Thailand.
Karena pengadilan tidak akan membiarkan Thailand maupun Kamboja
memberlakukan solusi sepihak, "kedua pihak harus melanjutkan
perundingan, kecuali kedua pihak mencapai kesepakatan," katanya,
menambahkan bahwa tim hukumnya sedang dalam proses menelaah keputusan
untuk menentukan cara melakukan perundingan.
Keputusan ICJ dapat meredam ketegangan, kata menteri Thailand
Menteri Pendidikan Thailand Chaturon Chaisaeng mengatakan,
keputusan pengadilan internasional atas konflik puluhan tahun ini adalah
positif dan bisa meredam ketegangan, baik di perbatasan dan di dalam
negeri, asalkan pemerintah berupaya "menjangkau dan menjelaskan kepada
mereka yang masih tidak puas dengan keputusan itu.”
Kedua negara harus mengikuti rekomendasi Pengadilan Dunia dan
secara damai berupaya mencapai keberhasilan dan keberlanjutan promosi
situs Warisan Dunia tersebut, kata Chaturon.
No comments:
Post a Comment