Sejak pertama kali digunakan dalam kancah peperangan, sosok kapal
selam telah merebut perhatian sebagai kekuatan strategis yang
menentukan. Selain ditakuti tatkala perang berlangsung, di masa damai
pun kapal perang mengemban misi pengintaian dan patroli maritim yang
efektif. Dilihat dari reputasinya dalam banyak laga, maka alutista yang
kerap disebut sebagai silent warrior ini begitu diminati oleh banyak
negara. Tak ayal, keberadaan armada kapal selam dapat meningkatkan daya
deteren militer suatu negara.
Dari kilas balik sejarah, Indonesia tak terbantahkan sebagai pelopor
eksistensi kapal selam di wilayah Asia Tenggara. Dalam persiapan operasi
Trikora, di tahun 60-an Indonesia pernah jadi jawara kapal selam dengan 12 unit kapal selam kelas Whiskey.
Tapi seiring dinamika politik dan pertahanan global, kini justru
kondisi berbalik, justru Indonesia menjadi yang tertinggal dalam update
kapal selam. Lepas dari soal kehandalan kualitas awak dan kecanggihan
kapal selam masing-masing negara, maka sejak tahun 1990-an Indonesia tak
lagi menjadi kekuatan nomer satu kapal selam di Asia Tenggara, pasalnya
Singapura dan Malaysia telah membeli versi kapal yang lebih canggih dengan jumlah sama atau lebih banyak.
Karena punya nilai strategis, kapal selam pun selalu disebut-sebut di
awal bila terjadi konflik atau potensi perang antar dua negara. Selain
keberadaan jet tempur, kapal selam digadang sebagai penentu jalannya
peperangan. Dan itu sudah terbukti saat berlangsungnya perang Malvinas
pada tahun 1982. Dalam konteks Indonesia, dua unit kapal selam Type 209 TNI AL (KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402) tak pernah absen disebut saat hubungan Indonesia – Malaysia memanas. Semisal saat konflik blok Ambalat meletus, Type 209 TNI AL kerap dibandingkan dengan dua unit Scorpene class TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia).
Lain lagi dengan Singapura (RSN/Republic of Singapore Navy), negara
pulau dengan teritori laut kecil ini bahkan punya 6 unit armada kapal
selam. Menurut kabar disekitaran tahun 2004 – 2005, pemerintah Indonesia
sampai menyiapkan jalur untuk kapal-kapal selam Singapura. Hal ini
merupakan buntut dari peringatan keras Presiden RI Abdurahman Wahid
kepada TNI AL untuk mengawasi manuver kapal selam Singapura. “Kalau
mereka berada di luar jalur yang ditetapkan, maka kita harus berani
mengambil tindakan,” ujar Gus Dur waktu itu.
Nah, yang paling hangat saat ini adalah sosok militer Australia.
Akibat buntut dari isu penyadapan intelijen Australia terhadap pejabat
tinggi Indonesia, hubungan RI dengan Negara Kangguru menjadi memanas,
mungkin sepanas saat lepasnya Timor Timur dari
pangkuan NKRI di tahun 1999. Namanya juga isu panas, ditambah sikap
pemerintah Australia yang pasif, isu lain pun dengan mudah dikipas ke
publik, yakni membandingkan kekuatan militer RI – Australia, publik di
Indonesia serasa ingin diyakinkan bahwa TNI mumpuni dibanding militer
Australia. Yang diterawang pertama adalah bagaimana bila terjadi duel
udara antara Su-27/30 Flanker TNI AU
vs F/18 Super Hornet RAAF. Dan, pastinya pula soal kualitas kapal selam
kedua negara. Perlu dicatat RAN (Royal Australian Navy) punya 6 unit
armada kapal selam kelas Collins. Bola panas khas era Perang Dingin pun
terus menggelinding hingga tulisan ini dibuat.
No comments:
Post a Comment