BAHWA tanggal 10 November adalah Hari Pahlawan, agaknya semua
orang sudah tahu. Bagian perjuangan heroik bangsa Indonesia saat
proklamasi kemerdekaan baru memasuki hitungan bulan ketiga. Peristiwanya
terjadi di Surabaya, Jawa Timur.
Peristiwa serupa yang sama heroiknya terjadi juga di belahan bumi pertiwi lainnya. Satu hal yang patut kita catat, peristiwa perjuangan bangsa Indonesia di masa revolusi yang dimasukkan dalam catatan sejarah pihak lawan, justru terjadi di sepanjang jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur pada Desember 1945.
Peristiwa serupa yang sama heroiknya terjadi juga di belahan bumi pertiwi lainnya. Satu hal yang patut kita catat, peristiwa perjuangan bangsa Indonesia di masa revolusi yang dimasukkan dalam catatan sejarah pihak lawan, justru terjadi di sepanjang jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur pada Desember 1945.
Sejarah militer Inggris yang ditulis pada 1951 oleh Colonel A.J.F. Doulton, The Fighting Cock menyatakan "... pada 10 Desember, keberingasan serangan mulai mereda, perjalanan konvoi diteruskan menuju Sukabumi, sementara Royal Air Force melakukan serangan udara yang paling dahsyat dalam perang di Pulau Jawa."
Konon, buku yang ditulis Doulton, salah seorang pelaku dalam Perang Dunia II ini menjadi bacaan wajib di akademi militer Inggris. Dia menuliskan peristiwa berdasarkan pengalamannya sendiri selama berada di medan perang, termasuk ketika memimpin pasukan sekutu di Pulau Jawa.
Konvoi pasukan sekutu yang diberangkatkan dari Jakarta menuju Bandung dengan mengambil jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur itu dihadang pasukan republik dari Resimen III Sukabumi yang dipimpin Letkol Eddie Soekardi (lahir di Sukabumi, 18 Februari 1916). Pertempuran dimulai pada 9 Desember 1945. Tidak hanya satu kali, melainkan dilanjutkan pada 10-14 Maret 1946.
Dalam memoarnya, Pertempuran Konvoy Sukabumi-Cianjur 1945-1946, Eddie menyebutkan, serangan saat itu bak mengepung ular berbisa. Konvoi pasukan sekutu yang terdiri atas 150 truk berisi satu batalion tentara 5/9 Jats, dikawal tank Sherman, panser wagon, dan brencarrier, meliuk-liuk di jalan berkelok-kelok perbukitan, di wilayah Bojongkokosan. Adapun posisi pasukan republik berada di celah-celah tebing, setelah sebelumnya memasang ranjau darat.
Jika dikalkulasi oleh ilmu perang, tentu kekuatan yang saling berhadapan itu amat tidak seimbang. Kekuatan republik dengan SDM dan persenjataan seadanya, harus berhadapan dengan pasukan sekutu yang sudah banyak makan asam garam di kancah Perang Dunia II, serta didukung persenjataan yang canggih untuk ukuran zaman itu.
Terkait serangan pasukan republik tersebut, Doulton memberikan kesaksian, "Kendaraan pendahulu berhenti dihadang perintang jalan. Di atas perbukitan dipenuhi orang Indonesia. Pada umumnya mereka mengenakan seragam mirip Jepang dan menempati lubang-lubang persembunyian. Dari sanalah mereka menyerang, menghujani dengan molotov cocktail ke atas kendaraan konvoi. Bukan pekerjaan mudah untuk menghindari pertempuran dari serangan mendadak. Musuh yang tak terlihat menguasai tebing-tebing. Pengawalan infanteri menyebar sepanjang 12 km jalan raya. Apalagi ketika beberapa jam kemudian malam pun tiba, Komandan Batalion Jats cedera berat dalam serangan pertama. Sebuah kendaraan hancur lebur, kendaraan lainnya banyak yang rusak berat. Terutama sopir-sopir, berjatuhan dari atas truk, tewas tertembak secara mengerikan."
Pasukan republik tidak hanya menempati Bojongkokosan dan seputarnya, melainkan tersebar dari Cigombong, Bogor hingga Ciranjang, Cianjur, memanjang sejauh 81 km. Tanpa pernah terputus, pertempuran konvoi gelombang pertama berlangsung selama empat hari.
Tentang hal itu, Eddie menulis, "Hikmah dari pertempuran konvoi tanggal 9-12 Desember 1945 di Bogor, Sukabumi, dan Cianjur, Republik Indonesia secara tidak langsung telah mendapatkan pengakuan (de facto) dari pihak sekutu yang menggugah dunia internasional."
Diakui Doulton, "Konvoi Batalion Jats dan konvoi Batalion Gurkha secara bersama-sama meninggalkan pangkalan (Sukabumi) pada tanggal 12 Desember, meninggalkan beberapa truknya yang terbakar. Sebanyak 24 orang meninggal, termasuk perwira RAF yang bertugas sebagai penghubung dari darat untuk memandu pesawat udara, dan tiga pengemudi dari empat mobil ambulans. Ini adalah suatu nilai bahwa bangsa Indonesia mengalami perubahan dalam sikap maupun penampilan."
Lalu bagaimana dengan jumlah orang yang gugur dari pihak republik? Ya, namanya juga pertempuran, tentu dari kedua belah pihak jatuh korban. Pada pertempuran gelombang pertama itu, 25 anggota pasukan republik gugur. Selain itu, dari pihak rakyat yang menjadi korban sebanyak 20 orang.
No comments:
Post a Comment