SAN SALVADOR -- Suasana yang menyerupai kondisi Perang Dingin dinilai
muncul kembali di Amerika Latin. Mulai dari penculikan anak, narkoba,
militerisme dan dendam politik pertarungan kekuatan lama dan baru.
Penulis kolom, Mac Margolis di The Daily Beast,
menggambarkan suasana ini mirip seperti saat wilayah ini menjadi kawasan
pertarungan pengaruh Barat (Western hemisphere) antara tahun 1979 dan
1992, yang dimotori oleh Amerika Serikat, vis-a-vis Moskow sampai
Patagonia, dalam perang melawan Komunis.
"Jelas, ada sekelompok masyarakat yang berusaha mendestabilisasi
negara dengan berbagai cara, dan kami tidak tahu siapa mereka," kata
Uskup MartÃn Barahona, dari Episcopal Gereja Anglikan El Salvador,
mengenai kejadian penculikan di San Salvador baru-baru ini.
Tuntutan yang sama dan berujung pada kekacauan sosial juga terjadi di
Guatemala. Negara ini mengalami trauma Perang Kotor yang mengerikan
pada saat Perang Dingin dulu. Generasi sekarang ingin penguasa yang dulu
terlibat genosida dihukum, sementara para pendukung rezim lama,
Generalissimo, mengintimidasi dengan berbagai cara.
Para Generalissimos ini seharusnya berubah dengan berakhirnya Perang
Dingin dan mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka lakukan.
Namun, kekuatannya semakin bertambah dengan dukungan jaringan
narkotika transnasional. Mereka bahkan bisa mengintimidasi jajaran
pemerintah, jaksa maupun kepolisian, yang membuat Amerika Latin menjadi
medan peperangan terselubung yang merengut korban hampir setiap hari.
"Amerika Latin merupakan 'wilayah paling tidak aman' di dunia, dengan
10 kasus pembunuhan per 100.000 penduduk. Ambang batas 'wabah' ini
menurut PBB, telah menurun di tempat lain. Namun di Amerika Latin
meningkat 11 persen. Satu juta orang tewas terbunuh dalam satu dekade
terakhir," tulis Mac Margolis.
No comments:
Post a Comment