Semarang : Wiratno Cendanawasih langsung menerima
vonis itu. Tak perlu berkonsultasi dengan penasehat hukum. Ia dijatuhi
vonis 2 tahun dan 3 bulan penjara.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang, Jawa
Tengah, Senin 24 September 2007, beranggapan nakhoda Kapal Motor
Senopati Nusantara II itu bersalah menghilangkan nyawa orang lain karena
kelalaiannya.
Menurut Wiratno, vonis itu merupakan tanggung
jawab terhadap tugas yang diembannya meski ia telah berusaha
menyelamatkan penumpang dengan kemampuan yang ada
Senopati
Nusantara dinyatakan hilang pada 30 Desember 2006 sekitar pukul 03.00.
Kapal itu tengah menempuh pelayaran dari Teluk Kumai, Kalimantan Tengah,
menuju Semarang, Jawa Tengah, sejak 28 Desember pukul 20.00 WIB.
Kapal ini diperkirakan tenggelam 24 mil laut dari Pulau Mandalika, perairan Kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah.
Sehati
setelah dinyatakan hilang, Ketua Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) Setio Raharjo menyatakan, penyebab utama Senopati
Nusantara tenggelam adalah cuaca. "Yang paling utama cuaca buruk," ujar
Setio.
Pencarian
korban dilakukan. Badan SAR Nasional, TNI, dan Polri mengerahkan enam
pesawat dan helikopter untuk menyelamatkan korban selamat yang terapung
di laut lepas.
Ban-ban penyelamat dan makanan instan dilemparkan
sebagai pertolongan pertama. Lokasi korban segera diinformasikan ke
kapal-kapal lain.
Memasuki pekan kedua, Tim SAR TNI Angkatan Laut
bahkan melakukan pencarian hingga ke perairan Bali dan Nusa Tenggara
Barat. Selain menggunakan pesawat perang, tim menyisir dengan pesawat
Nomad.
Pencarian hingga ke perairan Bali dan NTB dilakukan
mengingat arus laut terus bergerak ke arah timur. Untuk mengefektifkan
pencarian, pos koordinasi tim SAR dialihkan dari Surabaya ke Denpasar.
Diperkirakan korban hanyut hingga ke arah itu.
Pada 12 Januari
2007, KRI Untung Suropati mendeteksi adanya logam di sebelah utara
perairan Lasem, Jateng. Logam tersebut diperkirakan berada pada
kedalaman sekitar 40 meter di bawah permukaan laut.
Selain cuaca
buruk, situasi diperparah dengan kelebihan penumpang. Sejumlah penumpang
selamat menuturkan ada ratusan penumpang lain yang membeli tiket di
atas kapal alias penumpang gelap. Senopati diyakini membawa penumpang
melebihi kapasitas, yakni hingga 850 orang [baca: Ratusan Penumpang KM Senopati Membeli Tiket di Kapal].
Jumlah
orang di Senopati Nusantara saat itu dalam catatan Prima Vista,
perusahaan pemilik, menyebutkan sebanyak 628 orang. Rinciannya, 542
penumpang, 57 anak buah kapal, dan 29 sopir truk dan kendaraan.
Tim Sigi Liputan 6 SCTV
menyebut Senopati Nusantara masuk ke Indonesia pada 1996. Kapal buatan
Sasaki Shipyard Jepang para 1990 ini awalnya merupakan kapal roro (roll on-roll off). Kapal tersebut memiliki dua pintu (ramp door) di bagian depan dan belakang.
Konstruksi
lambung kapal ini pun hanya layak digunakan untuk penyeberangan jarak
pendek bukan pelayaran jauh hingga waktu tempuh lebih dari 20 jam
PT
Prima Vista lalu 'menyulap' kapal ini. Pada 2001, kapal tersebut
dimodifikasi ulang di galangan kapal Jasa Marina Indah. Pintu kapal
depan dan belakang ditutup, dan dipindahkan ke samping kanan dan kiri,
seperti kapal penyeberangan jarak jauh pada umumnya. Bagian anjungan
dibuat mengerucut.
Sumber terpercaya Tim Sigi di Departemen
Perhubungan menyebut modifikasi itu mengandung sejumlah masalah. Yaitu,
kapal tersebut tak dilengkapi uji pralayar atau sea trial dan dry docking. Sumber itu juga menyebut pintu kapal tak kedap sehingga air masuk saat dihantam ombak besar.
Kapal
itu akhirnya menuju dasar samudra. Tercatat 46 orang meninggal dunia,
347 orang hilang dan kemungkinan besar tewas, serta 235 orang selamat.
Senopati Nusantara 'menyerah' di Laut Jawa. (Yus)
No comments:
Post a Comment