PT Dahana
diarahkan untuk membuat segala macam bahan peledak baik untuk komersial
(pertambangan) maupun untuk mendukung alutsista seperti isian bom,
roket, propelan dan lainnya (photo : Detik)
Menhan Resmikan Pabrik Ammonium Nitrat KSO PT. Dahana dan PT BBRI di Subang
Subang, DMC – Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro Sabtu, (10/5) meresmikan Pabrik Ammonium Nitrate Solution (ANsolution), yang berdiri di kawasan Energetic Material Complex (EMC), Subang, Jawa Barat.
Pabrik Ansol yang mulai dibangun Tahun 2010 lalu merupakan proyek pembangunan kerjasama antara PT. Dahana dengan PT. Black Bear Resources Indonesia (BBRI) yang telah ditandatangani KSO kedua perusahaan pada tahun 2008. Pabrik ini berdiri di kawasan integrasi EMC yang luasnya sekitar 595 Hektar.
Pabrik Ansolution milik PT Dahana dan PT BBRI juga sabagai pabrik Ammonium Nitrat ketiga yang didirikan di dalam negeri setelah adanya pabrik PT. KNI di Bontang dan PT MNK di Cikampek Jawa Barat. Hal ini menunjukan langkah yang positif dan upaya yang nyata untuk mengurangi import Ammonium Nitrat.
Selain digunakan untuk memproduksi Ammonium Nitrat, Pabrik juga dapat dijadikan fasilitas sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir tahun 2010 lalu untuk kepentingan pertahanan.
Pada kesempatan sambutannya Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kebutuhan akan bahan peledak didalam negeri terus mengalami peningkatan, berkisar 650 ribu ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sekitar 400 ribu ton atau 60% dari total kebutuhan harus dipasok dari luar negeri. Untuk itu diharapkan dengan telah berdirinya pabrik ini maka dapat mengurangi impor Ammonium Nitrat dari luar negeri yang sampai saat ini masih berlangsung.
Disamping itu dengan beroperasinya pabrik Ansol ini maka produk Ammonium Nitrat di dalam negeri selanjutnya akan dapat dipenuhi secara bertahap dari dalam negeri dan memberikan kontribusi terhadap penghematan devisa negara serta berperan dalam pembukaan lapangan kerja baru.
Menhan pada peresmian itu menghimbau kepada seluruh jajaran perusahaan agar dalam pengoperasian pabrik bahan peledak wajib memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan, mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi hingga penyimpanan dan pendistribusian produk akhir.
Untuk itu menurut Menhan perlu secara cermat diterapkan sistem manajemen Quality Control dan manajemen keselamatan kerja dilingkungan pabrik dengan target kecelakaan nihil atau zero accident. (DMC)
Produk Bahan Peledak Made in Subang Diekspor ke 26 Negara
Subang -PT Dahana (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen bahan peledak untuk keperluan industri dan militer. Produk bahan peledak Dahana telah dijual hingga ke 26 negara.
Hampir sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara telah membeli produk bahan peledak dari pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat.
“Kita sudah ekspor bahan peledak ke 26 negara,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.
Selain negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Kamboja, negara-negara di Timur Tengah hingga Kanada juga menjadi konsumen PT Dahana.
“Kita mulai dari Malaysia (Serawak), Thailand, kemudian Filipina, kemudian Kamboja sudah kirim, Timor Leste. Kita sedang penetrasi ke Vietnam dan Burma,” jelasnya.
Untuk produk bom versi industri, Dahana menjual jenis detonator, booster, hingga catridge emulsion (dinamit). Sedangkan untuk versi militer, Dahana mengekspor tipe bom plastik (dayagel sivor).
“Yang kita ekspor itu ada detonator (Nonel) kemudian kedua adalah booster ketiga adalah catridge emulsion (semacam dinamit). Itu komersial semua. Tapi yang untuk militer. Kita baru ekspor beberapa tempat,” paparnya.
Perseroan tidak terlalu mengkhawatirkan rencana dimulainya pasar bebas ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Pasalnya produk Dahana justru telah dipakai di beberapa negara Asia Tenggara.
“Kalau tahun 2015 ada MEA. Kita banyak yang nggak tahu, itu nggak berpengaruh terhadap industri karena AFTA sudah berlaku sejak tahun 2007. Kita sudah mulai ekspor sejak 2005. Walau jumlah kecil tapi makin lama makin besar,” sebutnya.
Meski pasar di tanah air menjadi rebutan pemain dunia, namun Dahana perlahan tapi pasti menjajaki mendirikan pabrik bahan peledak di Australia. Begitu pula dengan pasar ASEAN. Dahana sedang menjajaki menjual produk bom ke Eropa hingga negara ASEAN yang belum tersentuh.
“Tahun ini kita sedang negosiasi untuk bisa ekspansi ke Australia. Kalau berhasil maka tahun depan kita bangun pabriknya,” jelasnya.
Aktivitas ekspor Dahana menyumbang 10% dari total pendapatan perseroan. Sedangkan 5% dari militer dan 85% dari industri tambang. Dahana pada tahun 2013 berhasil meraup pendapatan Rp 1 triliun dengan perolehan laba bersih sebanyak Rp 50 miliar.
“Struktur pendapatan kita itu untuk ekspor masih kecil atau sekitar 10%. Dan ini membuat kita kaget. Untuk militer hanya 5%. Di luar itu adalah dalam negeri untuk komersial. Strukturnya seperti itu,” paparnya.
(Detik)
Menhan Resmikan Pabrik Ammonium Nitrat KSO PT. Dahana dan PT BBRI di Subang
Subang, DMC – Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro Sabtu, (10/5) meresmikan Pabrik Ammonium Nitrate Solution (ANsolution), yang berdiri di kawasan Energetic Material Complex (EMC), Subang, Jawa Barat.
Pabrik Ansol yang mulai dibangun Tahun 2010 lalu merupakan proyek pembangunan kerjasama antara PT. Dahana dengan PT. Black Bear Resources Indonesia (BBRI) yang telah ditandatangani KSO kedua perusahaan pada tahun 2008. Pabrik ini berdiri di kawasan integrasi EMC yang luasnya sekitar 595 Hektar.
Pabrik Ansolution milik PT Dahana dan PT BBRI juga sabagai pabrik Ammonium Nitrat ketiga yang didirikan di dalam negeri setelah adanya pabrik PT. KNI di Bontang dan PT MNK di Cikampek Jawa Barat. Hal ini menunjukan langkah yang positif dan upaya yang nyata untuk mengurangi import Ammonium Nitrat.
Selain digunakan untuk memproduksi Ammonium Nitrat, Pabrik juga dapat dijadikan fasilitas sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir tahun 2010 lalu untuk kepentingan pertahanan.
Pada kesempatan sambutannya Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kebutuhan akan bahan peledak didalam negeri terus mengalami peningkatan, berkisar 650 ribu ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sekitar 400 ribu ton atau 60% dari total kebutuhan harus dipasok dari luar negeri. Untuk itu diharapkan dengan telah berdirinya pabrik ini maka dapat mengurangi impor Ammonium Nitrat dari luar negeri yang sampai saat ini masih berlangsung.
Disamping itu dengan beroperasinya pabrik Ansol ini maka produk Ammonium Nitrat di dalam negeri selanjutnya akan dapat dipenuhi secara bertahap dari dalam negeri dan memberikan kontribusi terhadap penghematan devisa negara serta berperan dalam pembukaan lapangan kerja baru.
Menhan pada peresmian itu menghimbau kepada seluruh jajaran perusahaan agar dalam pengoperasian pabrik bahan peledak wajib memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan, mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi hingga penyimpanan dan pendistribusian produk akhir.
Untuk itu menurut Menhan perlu secara cermat diterapkan sistem manajemen Quality Control dan manajemen keselamatan kerja dilingkungan pabrik dengan target kecelakaan nihil atau zero accident. (DMC)
Produk Bahan Peledak Made in Subang Diekspor ke 26 Negara
Subang -PT Dahana (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen bahan peledak untuk keperluan industri dan militer. Produk bahan peledak Dahana telah dijual hingga ke 26 negara.
Hampir sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara telah membeli produk bahan peledak dari pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat.
“Kita sudah ekspor bahan peledak ke 26 negara,” kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dahana (Persero) Harry Sampurno kepada detikFinance di Pabrik Dahana di Subang, Jawa Barat akhir pekan lalu.
Selain negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Kamboja, negara-negara di Timur Tengah hingga Kanada juga menjadi konsumen PT Dahana.
“Kita mulai dari Malaysia (Serawak), Thailand, kemudian Filipina, kemudian Kamboja sudah kirim, Timor Leste. Kita sedang penetrasi ke Vietnam dan Burma,” jelasnya.
Untuk produk bom versi industri, Dahana menjual jenis detonator, booster, hingga catridge emulsion (dinamit). Sedangkan untuk versi militer, Dahana mengekspor tipe bom plastik (dayagel sivor).
“Yang kita ekspor itu ada detonator (Nonel) kemudian kedua adalah booster ketiga adalah catridge emulsion (semacam dinamit). Itu komersial semua. Tapi yang untuk militer. Kita baru ekspor beberapa tempat,” paparnya.
Perseroan tidak terlalu mengkhawatirkan rencana dimulainya pasar bebas ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Pasalnya produk Dahana justru telah dipakai di beberapa negara Asia Tenggara.
“Kalau tahun 2015 ada MEA. Kita banyak yang nggak tahu, itu nggak berpengaruh terhadap industri karena AFTA sudah berlaku sejak tahun 2007. Kita sudah mulai ekspor sejak 2005. Walau jumlah kecil tapi makin lama makin besar,” sebutnya.
Meski pasar di tanah air menjadi rebutan pemain dunia, namun Dahana perlahan tapi pasti menjajaki mendirikan pabrik bahan peledak di Australia. Begitu pula dengan pasar ASEAN. Dahana sedang menjajaki menjual produk bom ke Eropa hingga negara ASEAN yang belum tersentuh.
“Tahun ini kita sedang negosiasi untuk bisa ekspansi ke Australia. Kalau berhasil maka tahun depan kita bangun pabriknya,” jelasnya.
Aktivitas ekspor Dahana menyumbang 10% dari total pendapatan perseroan. Sedangkan 5% dari militer dan 85% dari industri tambang. Dahana pada tahun 2013 berhasil meraup pendapatan Rp 1 triliun dengan perolehan laba bersih sebanyak Rp 50 miliar.
“Struktur pendapatan kita itu untuk ekspor masih kecil atau sekitar 10%. Dan ini membuat kita kaget. Untuk militer hanya 5%. Di luar itu adalah dalam negeri untuk komersial. Strukturnya seperti itu,” paparnya.
(Detik)
Kadin jago kandang, tdk inovatif yg sdh jelas akan menguntungkan bila menggandeng PT Dahana dan akan jadi raja dinegeri sendiri kalau berani keluar akan menjadi hebat.
ReplyDelete