Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B.
Moerdani, atau kerap disebut Benny Moerdani (lahir di Cepu, Blora, Jawa
Tengah, 2 Oktober 1932 - meninggal 29 Agustus 2004 pada umur 71 tahun)
adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang terkenal pada masanya.
Benny Moerdani dikenal sebagai perwira TNI yang banyak berkecimpung
didunia intelijen, sehingga sosoknya banyak dianggap misterius.
L.B. Moerdani merupakan perwira yang
ikut terjun langsung di operasi militer penanganan pembajakan pesawat
Garuda Indonesia Penerbangan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok,
Kerajaan Thai pada tanggal 28 Maret 1981, peristiwa yang kemudian
dicatat sebagai peristiwa pembajakan pesawat pertama dalam sejarah
maskapai penerbangan Republik Indonesia
dan terorisme bermotif jihad
pertama di Indonesia.
Dalam posisi pemerintahan, selain
sebagai Panglima ABRI, beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri
Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.
Karier militer
Moerdani mulai mengangkat senjata sebagai Tentara Pelajar saat masih 14 tahun. Sebagai anak muda yang belum berpengalaman, beliau nyaris tewas dua kali saat pletonnya diserang dari sisi dan saat melarikan diri di Sekarpace. Dua kakaknya juga turut berjuang, salah satunya menjadi pasukan pengawal Slamet Rijadi.
Moerdani mulai mengangkat senjata sebagai Tentara Pelajar saat masih 14 tahun. Sebagai anak muda yang belum berpengalaman, beliau nyaris tewas dua kali saat pletonnya diserang dari sisi dan saat melarikan diri di Sekarpace. Dua kakaknya juga turut berjuang, salah satunya menjadi pasukan pengawal Slamet Rijadi.
Setelah penyerahan kedaulatan, Moerdani
melanjutkan sekolah dan masuk sekolah kader infanteri TNI-AD. Dia
direkrut dalam kompi Kesatuan Komando Angkatan Darat. Satu-satunya kompi
komando tersebut memerangi DI/TII, terjun di PekanBaru dan Padang
memerangi PRRI, dan melakukan operasi amfibi di Menado memerangi
Permesta. Moerdani kembali nyaris gugur saat jeepnya ditembak bazooka.
Setelah mengikuti sekolah lanjutan di Amerika, Mayor Moerdani memimpin
pasukan gabungan RPKAD dan Kostrad terjun dalam Operasi Naga di Irian
Jaya, dalam operasi ini beliau nyaris gugur lagi saat pasukannya
disergap marinir Belanda dan Moerdani diincar penembak runduk (sniper).
Moerdani juga memerangi pasukan Inggris di konfrontasi Malaysia. Kelak
setelah menjadi Panglima TNI, Moerdani mengunjungi markas SAS di Inggris
dan baru diberitahu beliau juga pernah dibidik sniper SAS saat
menyusuri sungai dengan sampan.
Kariernya di RPKAD terhenti karena
perselisihan dengan Jenderal Ahmad Yani mengenai kelanjutan karier anak
buah Moerdani yang terluka. Moerdani masuk Kostrad dan oleh Letkol Ali
Moertopo ditugaskan sebagai perwira inteljen di Bangkok. Moerdani
menjalin kontak dengan Malaysia untuk menjembatani perdamaian. Karier
inteljen dilanjutkan menjadi atase di Korea. Setelah kejadian Malari,
Moerdani dipanggil Soeharto kembali ke Jakarta menjadi Brigjen untuk
memegang komando inteljen. Penugasan kontroversial adalah operasi
terselubung menjelang Operasi Seroja. Nama Moerdani terkenal saat
berhasil membujuk pemerintah Kerajaan Thai (yang beliau kenal saat
menjadi perwira inteljen di Bangkok) untuk mengizinkan operasi militer
Den81 menyerang pesawat Woyla.
Peristiwa Tanjung Priok
Kontroversi Moerdani dalam keterlibatannya dalam Peristiwa Tanjung Priok pernah membuat Moerdani diadili di mahkamah militer dalam skandal militer Indonesia di kala rezim Orde Baru.
Kontroversi Moerdani dalam keterlibatannya dalam Peristiwa Tanjung Priok pernah membuat Moerdani diadili di mahkamah militer dalam skandal militer Indonesia di kala rezim Orde Baru.
Perselisihan dengan Soeharto
Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', saat menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis anak-anak Soeharto. Soeharto marah dan mecopot jabatan Moerdani. [3] Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Kapten Prabowo Subianto (menantu Soeharto) pernah merencanakan menculik Moerdani karena tuduhan makar. Prabowo Subianto tidak memberi komentar mengenai peristiwa ini dalam bukunya.
Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', saat menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis anak-anak Soeharto. Soeharto marah dan mecopot jabatan Moerdani. [3] Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Kapten Prabowo Subianto (menantu Soeharto) pernah merencanakan menculik Moerdani karena tuduhan makar. Prabowo Subianto tidak memberi komentar mengenai peristiwa ini dalam bukunya.
No comments:
Post a Comment