Tahun 1963 Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia. Presiden Soekarno memerintahkan Panglima TNI menggelar Operasi Dwikora untuk menggagalkan pembentukan negara Malaysia.
Tidak ada pernyataan perang resmi seperti saat operasi militer
Trikora merebut Irian Barat. Karena itu TNI tidak mengirim pasukan
secara terbuka. Mereka mengirim gerilyawan-gerilyawan untuk membantu
Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) yang berperang melawan
pemerintah Malaysia.
Walau disebut gerilyawan, sebagian besar anggotanya justru pasukan
elite TNI. Seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang
sekarang disebut Kopassus. Selain itu ada juga Pasukan Gerak Tjepat
(PGT) dari TNI AU. Seragam TNI diganti dengan seragam hijau TNKU.
Identitas mereka pun dipalsukan untuk menghapus jejak keterlibatan
Indonesia.
"Semua identitas TNI dicabut. Jangan sampai ketahuan kami pasukan
TNI. Kami dibuatkan identitas baru, pokoknya kelahiran Kalimantan.
Pakaian TNKU hijau-hijau dengan topi rimba," kata Nadi, seorang bintara
mantan anggota RPKAD saat berbincang dengan merdeka.com.
Tugas gerilyawan ini mengganggu perbatasan di sepanjang Sabah dan
Serawak. Mereka juga bertugas melatih warga Kalimantan Utara tata cara
bertempur.
Pasukan Malaysia yang terdesak kemudian meminta bantuan Inggris.
Tidak tanggung-tanggung Inggris langsung mengirim sekitar satu batalyon
pasukan komando Special Air Services (SAS). Inilah pasukan elitee
terbaik Inggris yang reputasinya melegenda ke seluruh dunia. Inggris
juga mengirim pasukan Gurkha dan SAS tambahan dari Selandia baru dan
Malaysia.
Komandan Pasukan Inggris di Malaya, Mayor Jenderal Walter Walker
merasa perlu mendatangkan SAS karena merasa hanya pasukan elitee ini
yang bisa membendung pasukan gerilya asal Indonesia. Walker tak mau
jatuh korban lebih banyak di kalangan Inggris.
Pertempuran antara SAS dan Gurkha melawan gerilyawan TNKU berlangsung
seru. Lebatnya rimba Kalimantan menjadi saksi pertempuran yang tak
pernah diberitakan media tersebut. Kadang pasukan Inggris mengalahkan
gerilyawan TNKU dalam pertempuran. Kadang gerilyawan TNKU yang memukul
pasukan SAS dan Gurkha. Sulit untuk mencatat secara pasti data-data
pertempuran.
Dalam sebuah pertempuran di Kampung Sakilkilo tanggal 10 Juli 1964,
tercatat TNKU meraih kemenangan. Saat itu dua peleton Gurkha melawan
satu peleton TNKU. Dalam serangan tersebut, TNKU berhasil menewaskan 20
orang Gurkha tanpa satu pun korban jatuh di pasukan gerilyawan.
Dalam sebuah misi yang lain, kepala Komandan Pasukan Gerilya Mayor
Benny Moerdani sempat dibidik penembak jitu SAS. Untungnya SAS tak jadi
melakukan tembakan. Kalau gugur di Serawak, tentu Benny kemudian tak
akan jadi Panglima ABRI di kemudian hari.
Pasukan Indonesia pun sempat menangkap prajurit SAS dalam sebuah
pertempuran. Rencananya tawanan ini akan dibawa ke Jakarta sebagai bukti
ada keterlibatan Inggris. Namun karena sulitnya medan, tawanan ini
keburu tewas di jalan.
Dari pertempuran di Kalimantan ini pula kemudian SAS belajar
mengembangkan taktik gerilya bertempur di hutan. Kalau tak pernah
berhadapan dengan pasukan elite Indonesia, mereka tak akan punya taktik
ini.
No comments:
Post a Comment