Sun Tzu juga dikenal sebagai Sun Wu atau
Sun Zi, seorang petinggi jenderal militer dalam sejarah Tiongkok, yang
terkenal sebagai salah satu dari beberapa ahli strategi militer
terbesar sepanjang sejarah.
Nama asli
Sun Zi adalah Sun Wu, ia lahir pada 535 SM. Awalnya, ia adalah seorang
bangsawan dari Kerajaan Qi pada akhir periode Musim Semi dan Gugur (770
- 481 SM).
Ia pindah ke Kerajaan Wu
setelah perang pecah di Negara Qi. Di sana ia hidup menyendiri,
mengabdikan dirinya untuk mempelajari seni peperangan.
Sekitar
tahun 512 SM, Sun Zi mulai mengabdikan diri pada Raja Helü dari
Kerajaan Wu sebagai jenderal dan ahli strategi. Pengalamannya sebagai
jenderal mendorongnya untuk menuliskan strateginya pada buku yang
berjudul "Seni Berperang", sebuah buku militer Tiongkok yang sangat
berharga.
Buku "Seni Berperang"
menjadi sangat terkenal, sering disebut-sebut dan dijadikan sebagai
acuan oleh dinasti-dinasti sesudahnya, terutama selama hiruk-pikuk
Periode Negara Berperang (475–221 SM), setelah berakhirnya periode
Musim Semi dan Gugur.
Suatu hari,
Raja Helü memanggil Sun Zi dan berkata, "Anda telah menulis sebanyak 13
bab dalam buku "Seni Berperang" dan sepertinya teori dari setiap bab
mendekati sempurna. Bagaimanapun juga, itu hanyalah sebuah teori dan
tidak ada yang tahu apakah teori itu bisa dipraktekkan."
Sun
Zi berkata kepada Sang Raja, "Dapatkah Baginda mengutus seseorang dan
mengiinkan saya untuk mendemonstrasikan teori saya? Dengan begitu
Baginda akan memahami seni peperangan."
Sang
Raja segera memberikan perintah untuk mengirimkan 180 dayang istananya
untuk bertindak sebagai prajurit militer. Setelah para dayang tiba,
Sunzi membagi mereka menjadi dua kelompok dan kemudian meminta dua selir
favorit Raja untuk menjadi komandan bagi masing-masing kelompok.
Pada
awalnya, para dayang tersebut tidak menganggap Sun Zi secara serius.
Ketika Sun Zi menyuruh mereka untuk menghadap kanan, mereka hanya
cekikikan dan saling mendorong satu sama lain. Sun Zi kemudian meminta
para pelayan tersebut agar tidak menganggapnya sebagai sebuah lelucon
dan memperingatkan mereka untuk tidak membuat kesalahan.
Namun,
ia memberi toleransi jika ada dayang yang tidak mengerti instruksi
pertama kalinya. Sebagai jenderal, adalah tanggung jawabnya untuk
memastikan perintahnya jelas dimengerti oleh bawahannya. Bagaimanapun
juga, setelah demonstrasi tersebut dimulai lagi, para pelayan masih
saja tertawa cekikikan dan tidak memberikan perhatian kepada Sun Zi.
Sun
Zi menatap dengan marah kepada kedua komandan dan berkata pada mereka,
"Kalian berdua, sebagai komandan, telah gagal memenuhi tugas pengawasan
dan harus menerima hukuman."
Kemudian
Sun Zi memerintahkan eksekusi langsung kepada kedua selir favorit raja
tersebut. Walaupun sang Raja memprotes keras, Sun Zi tetap teguh,
sehingga kedua selir tersebut dengan segera dieksekusi oleh perintah
militer.
Setelah kehilangan kedua
selir favorit, Raja sudah tidak berminat untuk menyaksikan demonstrasi
tersebut lebih jauh lagi. Sun Zi sangat kecewa dan berkata kepada Sang
Raja: "Jadi, Baginda hanya ingin bertanding di atas kertas dan tidak
punya niat untuk memperbaiki militer."
Mendengar
hal tersebut, Sang Raja akhirnya tersadar bahwa Sun Zi benar-benar
memiliki talenta luar biasa dalam seni peperangan. Sun Zi juga
menjelaskan bahwa dia tidak menghiraukan protes dari Sang Raja karena di
medan peperangan, seorang jenderal adalah pemimpin tertinggi. Dalam
panasnya pertempuran di barisan depan, bahkan seorang raja tidak dapat
membatalkan perintah seorang jenderal. Menurut Sun Zi, Sang Raja harus
dapat memercayai jenderal-jenderalnya secara penuh dan percaya bahwa
mereka akan melaksanakan tugasnya tidak peduli apapun.
Ketika
Sun Zi kembali pada demonstrasinya, para pelayan sudah mematuhi setiap
perintahnya secara benar dan cepat. Setelah peristiwa itu, Sun Zi
akhirnya ditunjuk sebagai jenderal dan kemudian menaklukan Chu Barat
dan wilayah di utara Tiongkok Tengah.
Selama
hidupnya, Sun Zi tidak hanya piawai menemukan penerapan strategi
militer terkenal, tetapi juga mewariskan teori-teori seni militernya di
dalam bukunya, Seni Berperang, yang hanya terangkum dalam 13 bab dan
5.000 kata, namun telah menggambarkan secara keseluruhan filosofi
militernya.
"Seni Berperang mencakup
hampir semua teori militer seperti strategi, psikologi, meteorologi, dan
topografi. Selain itu, buku ini juga mencakup politik, ekonomi,
sejarah, filosofi, literatur, dan ilmu alam. Oleh karena itu, setelah ia
memublikasikannya, para politisi, ahli strategi, filsuf, dan penulis
Tiongkok mengacu pada buku tersebut dan memperlakukannya sebagai bagian
penting dalam strategi militer.
Terlebih
lagi, buku tersebut juga telah tersebar ke seluruh dunia. Pada awal
Dinasti Tang, buku tersebut telah dikenal dan dibaca oleh orang Jepang.
Pada masa modern ini, teori-teori dan ide-ide dari Seni Berperang sering
kali dipakai dalam proses pengambilan keputusan dalam bisnis modern dan
manajemen sosial.
Menurut buku Seni
Berperang, kesiapan pasukan militer yang paling tinggi adalah
"menaklukkan tentara lain tanpa berperang", artinya kemenangan terbesar
diperoleh tanpa menggunakan tentara.
Sun
Zi menganjurkan "mencegah peperangan". Dalam Seni Berperang, ia
menulis: "Peperangan adalah peristiwa nasional yang penting dan memiliki
dampak serius, tidak hanya pada hidup dan mati manusia, tetapi juga
pada kelangsungan hidup sebuah bangsa. Oleh karena itu, kita harus
hati-hati mempertimbangkan apakah tepat untuk memulai peperangan dengan
bangsa lain."
Sebagai tambahan, Sun
Zi memperingatkan para raja dan jenderal bangsa untuk tidak pergi
berperang dalam keadaan marah. Dari sudut pandangnya, seseorang harus
berpikir dua kali sebelum memulai peperangan dan membuat keputusan
berdasarkan pada kepentingan bangsa mereka sendiri.
Seni
Berperang secara luas dianggap sebagai buku yang membahas memenangkan
pertempuran. Akan tetapi, buku tersebut juga sebuah buku yang
mengajarkan orang untuk memahami bahwa tujuan dalam menggunakan pasukan
militer adalah untuk menjaga rakyat dari kerusuhan dan mendukung
perdamaian."
Selain itu, penganjur
peperangan dapat diberi pencerahan oleh Seni Berperang, sehingga
memahami arti sebenarnya dari hidup, dan pada akhirnya meletakkan
senjata mereka.
Dari ajaran buku
tersebut, orang-orang dalam sejarah menjadi memahami bagaimana caranya
untuk memajukan hidup mereka dengan meningkatkan kebajikan, para raja
dan abdi istana dapat belajar bagaimana cara mengelola perkara nasional
melalui kebajikan.
Sampai hari ini,
para pemimpin dari semua lapisan kehidupan menggunakan buku Seni
Berperang sebagai petunjuk untuk strategi dan kepemimpinan.
(hng/rahmat)
No comments:
Post a Comment